Minggu, 29 Agustus 2010

wanita dalam islam

Agama ini bukan saja tanggung jawab kaum lelaki. Dan pahala-pahalanya bukan saja diberikan kepada kaum lelaki. Tetapi kaum wanita juga mempunyai tanggung jawab, merujuk kepada ayat Al-Qur'an. Dan juga sahabiyah-sahabiyah, isteri para sahabat juga berperan dalam agama. Kita bisa melihatnya dari kisah-kisah mereka.

Banyak orang jahil mempunyai konsep atau pengertian yang salah mengenai Islam. Mereka tidak mengerti Islam. Dan mereka berpikir bahwa Islam sangat mendiskreditkan, merendahkan perempuan, tidak memberikan kesempatan kepada perempuan, mengekang wanita dengan tidak membolehkan bercampur, perempuan menjadi tidak bebas, dianggap rendah, dan sebagainya. Padahal agama adalah tanggung jawab wanita dan lelaki. Kita semua bersama-sama. Kita dapat melihat ini melalui sejarah Islam, saat tersebarnya Islam.

Khadijah RA, adalah contoh, teladan untuk kita ikuti, perhatikan, dan mengerti bagaimana peranan wanita. Saat Rasulullah SAW menerima wahyu pertama dari Allah SWT, dengan segera Rasulullah berjumpa dengan Khadijah. Dan saat itu Rasulullah SAW dalam keadaan ketakutan, ketidaknyamanan, karena ini adalah saat pertama Beliau berjumpa dengan Jibrail AS. Ini pertama kali Beliau melihat Jibrail dalam bentuk sebenarnya. Jadi Beliau sangat takut.

Saat Beliau menggigil, ketakutan, Khadijah lah orang pertama yang menenangkan Beliau, Khadijah lah orang yang meneduhkan Nabi SAW. Menghilangkan ketakutan nabi SAW. Karena Khadijah tahu betul bagaimana akhlaq mulia suaminya yang tak pernah melakukan sesuatu yang buruk. Tidak mungkin Allah akan menyusahkan Beliau.

Khadijah lah orang pertama yang masuk Islam. Khadijah lah orang pertama di dunia yang membenarkan Nabi SAW. Khadijah lah orang pertama yang menerima pesan dakwah, pesan Islam. Khadijah saat itu juga menolong Rasulullah SAW. Beliau kemudian menjumpai pamannya Waraqah bin Naufal. Lalu menceritakan semuanya seperti yang diceritakan nabi SAW padanya. Kemudian Waraqah berkata, "Itulah Namus seperti yang dilihat oleh Musa AS. Suamimu benar, jangan khawatir. Suamimu adalah seorang nabi." Jadi kita lihat saat pertama, wanita sudah memainkan peranan. Begitu Khadijah mendengar cerita Rasulullah SAW, saat itu juga ia terus menolong Rasulullah SAW, langsung mengadakan dakwah. Dia bukan perempuan yang hanya tinggal di rumah, tidur, rehat. Tapi dia langsung berfikir bagaimana menolong suaminya.

Sekarang kita lihat orang pertama yang mati untuk Islam. Kita tahu, para sahabat mengalami penyiksaan yang begitu berat, kehilangan tangan, kaki, dan semua penderitaan yang maha hebat lainnya. Tapi orang pertama yang Allah tentukan untuk mati di Jalan Allah adalah wanita, yaitu Sumayyah. Ini adalah suatu hal yang mesti diterima kaum lelaki. Allah mentakdirkan orang yang pertama syahid adalah wanita. Dia dibunuh karena kalimah Laa Ilahaa Ilallah, Muhammadurasulullah. Padahal kalau dia terima saja, murtad, maka dia akan dibebaskan dan akan dapat keduniaan. Tapi dia tetap teguh kepada keyakinannya. Jadi kita mesti pahami, bahwa Allah sengaja mengatur semua ini untuk menjadi suatu teladan, satu pesan, yang patut diambil berat di dalam sejarah Islam, yang wanita mempunyai peranan penting, bukan saja menerima agama Islam, tapi mati dalam mempertahankan agama Islam.

Dapat dilihat bahwa orang pertama yang masuk slam adalah perempuan. Orang pertama yang mati syahid juga perempuan. Satu lagi yang Allah mau tunjukkan adalah pertama perempuan, pertama guru hadits adalah isteri Rasulullah SAW. Setelah Khadijah, muncullah 'Aishah RA. 'Aishah RA pernah mengajar para sahabat tentang hadits. Dikabarkan ada 2220 hadits yang diriwatkan oleh 'Aishah RA. Banyak hadits yang kita baca adalah dari 'Aishah RA. Dan Rasulullah SAW ketika hampir wafat mengatakan, aku meninggalkan dua hal untukmu yang jika engkau benar-benar berpegang teguh padanya, dengan kedua tanganmu erat-erat maka engkau akan selamat. Itulah Kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Jadi kita boleh melihat bahwa 'Aishah RA menyumbang peranan penting dalam meriwayatkan hadits.

Kita lihat berikutnya, setelah 'Aishah, juga isteri-isteri Baginda SAW yang lain. Dan juga para sahabiyah. Mereka mengajar masyarakat, mengajar anak-anaknya, mengajar tetangganya. Mereka mengajarkan tentang Islam kepada orang-orang. Mereka bukan hanya masak, basuh pakaian, tetapi mereka mengajarkan generasi, mengajarkan agama. Dulu tidak ada sekolah Islam. Merekalah sekolah Islam.

Rasulullah SAW pernah membawa 'Aishah untuk berjihad. Mereka pergi bukan untuk urusan bisnis, mereka bukan pergi untuk kepentingan lainnya, bersenang-senang, makan angin, jalan-jalan, mengunjungi orang- orang, tetapi mereka pergi untuk berjihad. Mereka pergi untuk menyebarkan Islam. Dalam peperanganpun mereka ikut mengambil bagian. Mereka menolong para sahabat membawa senjata, mereka memainkan peranan aktif dalam usaha menyebarkan dan mempertahankan agama Islam. Jadi ini adalah satu hakekat yang tidak boleh diingkari bahwa wanita memainkan peranan aktif, bersama dalam menyebarkan agama, dalam berdakwah sama-sama dengan lelaki.

Sekarang lihat Ummu Salamah. Ummu Salamah dibawa Nabi saat perjanjian Hudaibiyah dibuat. Banyak sahabat yang tidak merasa puas dengan perjanjian yang mereka rasa berat sebelah dan merugikan umat Islam. Tapi Rasulullah SAW tetap melaksanakan perjanjian itu. Maka melihat keadaan para sahabat, Rasulullah merasa bersusah hati. Beliau pergi menemui Ummu Salamah RA, dan memberitahu tentang sikap para sahabat, yang tidak mau mencukur rambut dan kembali ke Medinah. Maka Jawab Ummu Salamah, "Mudah saja Rasulullah. Anda cukur saja rambut anda sekarang, mereka akan mengikuti."

Jadi saat para sahabat melihat Rasulullah SAW telah mencukur rambutnya, merekapun merasa terpukul, mereka merasa telah tidak mengikuti perintah Rasulullah SAW. Maka saat itu juga semua sahabat mengikuti apa yang diperbuat Rasulullah SAW. Disinilah Allah telah mengaruniakan kelebihan terhadap kaum wanita. Yaitu ketajaman firasatnya. Dan inilah bukti sumbangan kaum wanita dalam dakwah.

Kita lihat bahwa bukan saja isteri-isteri Rasulullah SAW, tetapi juga sahabiyah, isteri-isteri. Adek perempuan, ibu dari para Sahabat memainkan peranan penting. Saat masuk Islam, mereka langsung faham bahwa saat mereka menerima Islam itu artinya mereka tidak hanya pasif di rumah, tetapi juga langsung aktif membuat dakwah untuk anak perempuan, kaum wanita lain, tetangga. Dalam satu riwayat, Nabi SAW bersabda, dalam satu peperangan, ketika saya melihat ke kanan, kekiri, saya nampak satu sahabiyah bernama Nusaibah (Ummu Amarah). Dia tengah berperang, memegang pedang, memotong dengan pedang, melawan bersama-sama kaum lelaki.

Saat masa Ummar RA, perempuan menyumbang peranan besar dalam segala aspek, baik politik, ekonomi dan sebagainya. Saat itu kekayaan Islam sedang berlimpah ruah, menyebabkan terjadinya inflasi. Maka Ummar RA memutuskan untuk menentukan batas mahar. Maka dalam satu syuro (perwakilan rakyat) yang terdiri dari wakil-wakil baik lelaki maupun perempuan Ummar memberitahu cadangannya. Maka bangkitlah seorang perempuan dan berkata, "Siapakah dia Ummar yang mau merubah apa yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya?"

Itulah peranan wanita. Wanita diikutsertakan dalam perwakilan rakyat, tapi menurut cara Islam. Bukan seperti yang terjadi sekarang, dimana bercampur baur antara lelaki dan perempuan. Tapi cara Islam yaitu wanita terpisah tempatnya dari lelaki di sebelah belakang.

Kita bisa melihat dalam segala bidang wanita memegang peranan yang penting. Mereka langsung mengetahui apa yang mesti dimainkan saat menerima Islam. Mereka segera tahu apa kewajibannya dalam Islam. Wallahu'alam.

gaya berjilbab

Buat anda yang punya niatan memakai kerudung

Buat anda yang sudah berkerudung, tapi kadang masih suka bingung bagaimana pakai kerudung yang enak n rapi, apalagi kalo buat kekantor biar tetep awet ga mencong sana mencong sini.

Atau kadang suka repot n sibuk sendiri kalo ada undangan pesta

Nah ga ada salahnya, simak tips berikut ini.

Langkah pertama:

Kenali bentuk muka anda sendiri, apapun yg berkaitan dengan muka seperti misalnya cara ber-make up, menata rambut ataupun berkerudung, yang paling penting adalah megenal muka anda sendiri. Untuk itu luangkan waktu sejenak untuk bukan sekedar melihat pantulan muka di cermin, melainkan mengamati dan menganalisa bentuk muka yang memantul di cermin.

Ada 5 bentuk dasar wajah; oval, bulat, kotak, segitiga, dan lonjong.

Nah setelah mengenali bentuk wajah anda sendiri, langkah kedua anda harus mengenal dua gaya dasar berkerudung.

1. Kerudung bertemu di bawah dagu

Gunakan scarf bujur sangkar dengan terlebih dahulu melipatnya hingga membentuk segiriga sama sisi dengan bagian luar lebih besar 10cm, gunanya agar tepi scarf tdk terlihat balapan. Letakkan scarf diatas ciput dgn simetris lalu pertemukan kedua sisinya di bawah dagu, kaitkan dengan peniti kecil

Gaya kerudung dagu ini cocok untuk anda yg memiliki bentuk wajah bulat dan kotak. Untuk kedua bentuk wajah ini, tampilan berkerudung anda akan terlihat lebih rapi n bagus jika anda juga memakai bando bervolume.

2. Kerudung bertemu di balik tengkuk

Bahan dasar dan Cara penggunaan awal hampir sama dengan "kerudung dagu". Bedanya cara memakainya, scarf diletakkan diatas ciput dengan simetris, lalu tarik ujung kiri kananya ke belakang tengkuk dan ikatkan. Ambil sisa salah satu ujung scarf yang telah terikat, tarik ke arah depan dan silangkan di depan leher. Tambatkan ke tepi scarf yang berada di bawah kuping dengan menggunakan jarum pentul.

Gaya berkerudung ini menjadikan area rahang terlihat lebih lebar. Jadi bagi anda yang bermuka segitiga dan panjang gaya kerudung ini cocok.

Sedang anda yang memiliki bentuk wajah oval, anda dapat memakai kedua gaya dasar berkerudung tadi, tergantung selera anda mau pilih yg mana.

Ini baru tips awal dari jilbab modis, nantikan tips2 lainnya. Jadi jangan ragu2 untuk mampir ke jilbab modis.

Rabu, 25 Agustus 2010

AMALAN PADA MALAM-MALAM LAILATUL QADAR

Berikut ini dapat diamalkan pada malam lailatul qadar (sebaiknya mulai tengah malam):

1. Sembahyang sunat wudu’.

2. Sembahyang sunat hajat , berdoa minta dipertemukan Allah dengan malam Lailatul Qadar.

3. Membaca al-Quran.

4. Istighfar:

ASTAGHFIRULLAAHAL’AZHIIMA WA ATUUBU ILAIHI

5. Zikrullah:

LAA ILAAHA ILLALLAAH(U) ;
LAA ILAAHA ILLALLAAHU MUHAMMADAN(R)-RASUULULLAAH(I);
ALLAAHU AKBAR

6. Bertasbih:

SUB-HAANALLAAHI WAL-HAMDULILLAAHI WA LAA ILAAHA ILLALLAAHU WALLAAHU AKBAR, WA LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLAA BILLAAHIL’ALIYYIL’AZHIIM(I);
SUB-HAANALLAAHI WA BIHAMDIHI SUB-HAANALLAAHIL’AZHIIM(I);
SUB-HAANA RABBIYAL A’LAA

SUB-HAANA RABBIYAL’AZHIIMI WA BIHAMDIH(I)

7. Salawat:

ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD

8. Sembahyang sunat tahajjud.

9. Sembahyang sunat tasbih.

Orang yang bertemu dengan Lailatul Qadar dipercayai akan terus dingin badannya karena dihampiri oleh para malaikat (sebentar saja). Hendaklah segera membaca:

ALLAAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN KARIIM (UN) TUHIBBUL’AFWA FA’FU ‘ANNII

Rasulullah s.a.w telah bersabda yang bermaksud: “Barangsiapa beribadat sesaat pada malam Qadar, kira-kira selama seorang penggembala memerah susu kambingnya, maka adalah lebih disukai Allah daripada berpuasa setahun penuh. Demi Allah yang telah mengutus daku dengan hak menjadi nabi, sesungguhnya membaca satu ayat dari al-Quran pada malam Qadar adalah lebih disukai Allah daripada mengkhatamkannya pada malam-malam yang lain.”

Dari Aisyah r.a bahwa dia mengatakan, aku bertanya: “Ya Rasulullah, kalau aku bertepatan dengan malam Qadar, maka apakah yang patut aku baca? Jawab Rasulullah s.a.w.: Ucapkanlah:

ALLAAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN KARIIM (UN) TUHIBBUL’AFWA FA’FU ‘ANNII

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Pemaaf lagi Pemurah, yang suka memberi kemaafan, maka maafkanlah aku.”

tanda-tanda malam lailatul qodar

Diantara kita mungkin pernah mendengar tanda-tanda malam lailatul qadar yang telah tersebar di masyarakat luas. Sebagian kaum muslimin awam memiliki beragam khurofat dan keyakinan bathil seputar tanda-tanda lailatul qadar, diantaranya: pohon sujud, bangunan-bangunan tidur, air tawar berubah asin, anjing-anjing tidak menggonggong, dan beberapa tanda yang jelas bathil dan rusak. Maka dalam masalah ini keyakinan tersebut tidak boleh diyakini kecuali berdasarkan atas dalil, sedangkan tanda-tanda di atas sudah jelas kebathilannya karena tidak adanya dalil baik dari al-Quran ataupun hadist yang mendukungnya. Lalu bagaimanakah tanda-tanda yang benar berkenaan dengan malam yang mulia ini ?

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah mengabarkan kita di beberapa sabda beliau tentang tanda-tandanya, yaitu:

1. Udara dan suasana pagi yang tenang

Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah” (Hadist hasan)

2. Cahaya mentari lemah, cerah tak bersinar kuat keesokannya

Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan” (HR Muslim)

3. Terkadang terbawa dalam mimpi

Seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum

4. Bulan nampak separuh bulatan

Abu Hurairoh radliyallahu’anhu pernah bertutur: Kami pernah berdiskusi tentang lailatul qadar di sisi Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata,

“Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (HR. Muslim)

5. Malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)

Sebagaimana sebuah hadits, dari Watsilah bin al-Asqo’ dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:

“Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)” (HR. at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan)

6. Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lezatnya ibadah, ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti malam-malam lainnya.

Wallahua’lam


Referensi:

* Majalah Adz-Dzakiroh edisi khusus Ramadhan-Syawal 1429 Hal. 27-28

* 30 Tema Pilihan Kultum Romadhon Berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah oleh Abu Bakr Muhammad Lalu al-Atsari, hal. 162-163 (Silahkan merujuk ke buku ini untuk mengambil faidah yang lebih banyak)

hukum berjilbab

Ketahuilah wahai para wanita muslimah, bahwa yang mem-bedakan antara manusia dengan hewan adalah faktor pakaian dan alat-alat perhiasan. Allah berfirman:

Artinya : ‘Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa itulah yang paling baik.’ [Qs. al-A'raaf 26]

Pakaian dan perhiasan itu adalah dua aspek kemajuan dan per-adaban. Meninggalkan keduanya berarti kembali kepada kehidupan primitif yang mendekati kepada kehidupan hewani. Sedang hak milik wanita yang paling utama adalah kemuliaan, rasa malu, dan kehormatan diri. [Lihat Fiqhus Sunnah 2/209 oleh Sayyid Sabiq].

Pakaian dalam Islam bukanlah hanya sekedar hiasan yang menempel di tubuh, tetapi pakaian yang menutup aurat. Dengannya Islam mewajibkan setiap wanita dan pria menutupi anggota tubuhnya yang menarik perhatian lawan jenisnya.

Masalah berhijab (yaitu berbusana muslimah yang menutupi seluruh bagian tubuh dari kepala hingga telapak kaki) bagi wanita muslimah bukanlah masalah sepele lagi sederhana sebagaimana yang banyak disangkakan oleh masyarakat awam, melainkan masalah besar dan substansial dalam agama ini.

Ber-hijab (berjilbab) bukanlah sisa peninggalan adat atau kebiasaan wanita Arab, sehingga wanita non-Arab (wanita Indonesia) tidak perlu menirunya, begitu juga ia bukanlah masalah khilafiah, diperselisihkan ada tidaknya berhijab itu sehingga wanita muslimah bebas mengenakannya atau tidak, tetapi hijab adalah suatu hukum yang tegas dan pasti yang seluruh wanita muslimah diwajibkan oleh Allah untuk mengenakannya.

Allah berfirman :

Artinya : ‘Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ [Qs. al-Ahzab : 59].

Allah berfirman :

Artinya: ‘Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ….’ [Qs. an-Nûr : 31].

Dua ayat di atas telah memberikan batasan yang jelas tentang pakaian yang harus dikenakan

oleh wanita muslimah, yaitu wajib menutup seluruh tubuhnya kecuali apa yang dikecuali oleh syariat (yang dimaksud dalam hal ini adalah wajah dan dua telapak tangan dan ini diperselisihkan oleh ulama). Ketetapan syari’at ini tidak lain adalah untuk melindungi, menjaga, serta membentengi wanita dari laki-laki yang bukan mahramnya.

BERHIJAB ADALAH IBADAH

Ber-hijab adalah ibadah, dengan ber-hijab berarti sang wanita telah telah melaksanakan perintah Allah. Melaksanakan perintah ber-hijab sama dengan melaksanakan perintah shalat dan puasa.

Barangsiapa yang mengingkari kewajiban ber-hijab dengan secara menentang berarti mengkufuri perintah Allah yang dapat dikategorikan sebagai murtad dari Islam. Tetapi jika ia tidak ber-hijab lantaran semata-mata mengikuti situasi masyarakat yang telah rusak – dengan tetap yakin akan wajibnya – maka ia dianggap sebagai wanita yang mendurhakai dan menyalahi perintah Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an :

Artinya : ‘…. dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu …’ [Qs. al-Ahzab : 33].

BELUM MANTAP BERHIJAB

Karena ber-hijab adalah kewajiban dari Allah, maka tidak dibenarkan seorang wanita muslimah menyatakan dirinya tidak mantap atau belum siap ber-hijab. Karena sikap ini berarti mengambil sebagian perintah Allah dan mencampakkan yang lainnya. Padahal Allah berfirman :

Artinya : ‘Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya. Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata [Qs.Al-Ahzab: 36]

KESIMPULAN

1. Ber-hijab (berjilbab) itu wajib bagi seluruh wanita muslimah.

2. Ber-hijab yang memenuhi syarat adalah apabila hijab tersebut menutupi seluruh tubuh melainkan kecuali apa yang dikecuali oleh syariat (dan akan datang penjelasan secara lengkap tentang busana muslimah yang sesuai dengan agama).

Berpuasa Dan Berhari Raya Bersama Orang Banyak _

Sehubungan dengan hadirnya bulan suci Ramadhan, bulan penuh barakah yang
ditunggu-tunggu segenap umat Islam, dan juga sehubungan dengan akan datangnya
Idul Fitri, maka dalam rubrik hadits kali ini kami angkat hadits yang berkaitan dengan
masalah puasa Ramadhan dan hari raya Fitri. Untuk kali inipun kami masih mengangkat
hadits dari Silsilah al-Ahadits aeh-Shahihah, karya al-'Allamah Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani, juz I no. 224.
"(Hari) berpuasa ialah hari ketika kalian semua berpuasa, sedangkan (hari)
berbuka puasa ialah hari ketika kalian semua berbuka puasa, dan (hari)
ber`idul Adha ialah hari ketika kalian semua berhari raya Adha (melakukan
penyembelihan binatang qurban)."
1 Takhrij hadits
Hadits ini dikeluarkan oleh Tirmidzi. 1 Beliau (Tirmidzi) mengatakan, "Ini adalah
hadits gharib hasan." Saya (Al-Albani) katakan, "Isnadnya jayyid (bagus) semua
perawinya tsiqah (terpercaya). 2
_Disalin dari majalah As-Sunnah 07/III/1419H hal 7 - 10.
1Tihfatil Ahwadzi II/37.
2Untuk meringkas pembahasan ini, kami (red. vbaitullah) cukupkan sampai di sini. Penjelasan Al-
Albani selanjutnya bisa dibaca di kitab beliau, "Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah" no. 224.
1
Seungguhnya ada sebuah hadits yang diriwayatkan secara mauquf (sanadnya terhenti
pada) 'Aisyah yang dikeluarkan oleh Al-Baihaqi melalui jalan Abu Hanifah, ia
mengatakan, "Ali bin Al-Aqmar telah menceritakan sebuah hadits kepadaku, dari
Masruq, ia mengatakan,
Saya datang menemui 'Aisyah pada hari Arafah, lalu ia mengatakan:
"Buatlah adonan gandum untuk Masruq dan perbanyaklah rasa manisnya".
Masruq mengatakan lagi: Saya kemudian berkata (kepada Aisyah):
"Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk berpuasa hari ini
melainkan kekhawatiranku bahwa hari ini adalah hari nahr (hari raya
penyembelihan binatang qurban)". Maka Aisyah berkata:
"Hari nahr adalah hari ketika orang-orang merayakan nahr (hari
raya penyembelihan bina tang qurban/Idul Adha), dan hari
berbuka puasa adalah hari ketika orang-orang berbuka puasa".
Saya (al-Albani) katakan bahwa: Riwayat ini sanadnya bagus dengan dukungan
riwayat sebelumnya.
2 Fiqih Hadits
Imam Tirmidzi, sesudah (memaparkan) hadits di atas (hadits pada judul pembahasan
di atas, pen), mengatakan:
"Sebagian ahli ilmu (Ulama) mengatakan dalam menafsirkan hadits ini
(bahwa): Yang dimaksud dengan berpuasa dan berbuka puasa (dalam
hadits) ini hanyalah (dilakukan) bersamasama dengan jama'ah (kelompok
umat) dan bersama-sama dengan mayoritas manusia".
Di sisi lain, Imam Shana'ani mengatakan :
"Di dalam hadits itu terdapat dalil bahwa teranggapnya ketetapan hari
led (hari raya) adalah jika beresuaian dengan kesepakatan orang (banyak).
Bahwa orang yang sendirian saja mengatahui hari 'led berdasarkan ru'yah
(melihat hilal bulan Syawal), wajib baginya untuk menyesuai kan diri dengan
orang lain.
2
Ketentuan hukum orang banyak dalam hal (kapan) melakukan shalat 'led,
berbuka puasa (berhari raya) dan ber-'Iedul Adha, mengharuskan orang yang
sendirian ini untuk mengikutinya." 3
Ibnul Qoyim juga menyebutkan perkataan yang maknanya senada dengan perkataan
di atas. Beliau mengatakan:
Ada (sementara kalangan Ulama) yang mengatakan bahwa dalam hadits itu
terdapat bantahan terhadap orang yang menyatakan bahwa:
"Sesungguhnya orang yang mengetahui terbitnya bulan
berdasarkan perkiraan hisab, boleh baginya untuk berpuasa
dan untuk berbuka puasa (berhari raya), tetapi tidak boleh bagi
yang tidak mange tahuinya."
Ada pula yang mengatakan:
"Sesungguhnya apabila ada satu orang saksi yang melihat hilal
(bulan) sedangkan Qadhi tidak memutuskan hukum (untuk mulai
berpuasa) berdasarkan kesaksiannya, maka tidak ada ketetapan
baginya untuk berpuasa, sebagaimana tidak pula ada ketetapan
bagi manusia banyak untuk berpuasa". 4
Abu al-Hasan as-Sindi dalam Hasyiyah (syarah/penjelasan ringan)nya terhadap (kitab)
Ibnu Majah, sesudah menyebutkan hadits Abu Hurairah yang terdapat dalam riwayat
Tirmidzi mengatakan:
"Yang tampak nyata tentang makna hadits itu ialah bahwa orang-perorangan
secara individual tidak boleh campur tangan dalam (memutuskan) persoalan-
persoalan (kapan mulai berpuasa dan kapan mulai berbuka puasa) ini, tidak
boleh pula bagi orang-perorangan untuk menyendiri dalam (pelaksanaan)
perkara-perkara ini.
Tetapi persoalannya harus diserahkan kepada Imam (pemimpin negara)
dan jama'ah. Kemudian bagi masing-masing individu wajib mengikuti
(keputusan) Imam serta jama'ah (dalam hal berpuasa ini).
3Subul as-Salam II/72.
4Tahdzib as-Sunan III/214.
3
Dengan demikian, apabila seseorang melihat hilal (permulaan bulan
Ramadhan / syawal), namun Imam menolak kesaksian nya, maka seyogyanya
tidak ada ketetapan lagi baginya untuk melakukan sesuatu berkaitan
dengan persoalan-persoalan (seperti) ini, dan wajib baginya untuk mengikuti
jama'ah (orang banyak) dalam hal ini."
Saya (al-Albani) katakan:
"Makna (di atas) itulah makna yang langsung dapat difahami dari hadits.
Ini didukung oleh pernyataan 'Aisyah yang berhujjah dengan hadits (yang
senada dengan) itu terhadap Masruq ketika ia tidak mau berpuasa pada
hari Arafah lantaran khawatir (sebab ia menduga) jika hari itu adalah hari
raya Qurban. Maka pada saat itu 'Aisyah menjelaskan bahwa pendapat
pribadinya tidak terpakai dan ia harus mengikuti orang banyak. (Ketika
itu) Aisyah berkata :
"Hari nahr (hari raya penyembelihan binatang qurban/Adha)
ialah hari ketika orang-orang (banyak) merayakan nahr (hari raya
penyembelihan binatang qurban), dan hari berbuka puasa ('Iedul
Fitri) ialah hari ketika orang-orang berbuka puasa".
Saya (al-Albani) katakan (lagi): "Inilah dia yang selaras dengan syari'at (Islam)
yang samhah (lapang dan luwes), yang di antara tujuannya adalah menghimpun dan
menyatukan barisan umat Islam, serta menjuhkannya dari segala pendapat pribadi yang
dapat memecah belah kesatuan mereka.
Karenanya, syari'at tidak mempedulikan pendapat pribadi (sekalipun menurut pribadi
itu pendapatnya benar) dalam kaitannya dengan ibadah jama'iyah (ibadah yang
dilakukan secara bersama-sama), semisal puasa (Ramadhan), penentuan hari Ied (hari
raya) dan shalat jama'ah.
Tidakkah anda memperhatikan bahwa para sahabat (tetap) melaksanakan shalat
berjama'ah, sebagiannya bermakmum kepada sebagian yang lain, padahal di antara
mereka ada yang berpendapat bahwa menyentuh perempuan, menyentuh anggota badan
tertentu, dan keluar darah (dari anggota badan)nya termasuk pembatal-pembatal
wudhu', sementara sebagian di antaranya tidak berpendapat demikian. Sebagian
sahabat juga ada yang tetap melaksanakan shalat sempurna dalam safar(bepergian),
sedangkan sebagian lainnya menqashar shalatnya?.
4
Ternyata perselisihan pendapat mereka tentang hal di atas dan perselisihan-
perselisihan pendapat dalam hal-hal lainnya tidak menghalangi mereka untuk bersatu
dalam shalat di belakang satu orang Imam dan mengaggap hal itu (sebagai suatu
keharusan).
Ini semua karena mereka memahami bahwa perpecahan dalam agama lebih buruk
daripada perselisihan dalam pendapat. Bahkan sebagian sahabat ada yang sampai tidak
mau menganggap sama sekali pendapat yang menyelisihi kebijaksanaan Imam besar
dalam suatu perkumpulan (shalat) yang akbar seperti (perkumpulan shalat) di Mina.
Bahkan sampai pada tingkat tidak sudi sama sekali melaksanakan pendapat pribadi
(yang menyelisihi Imam besar) seperti dalam event (shalat jama'ah) terbesar tersebut,
sebagai upaya untuk lari dari natijah (hasil) buruk yang dimungkinkan akibat melak
sanakan pendapat (pribadi).
Abu Dawud meriwayatkan 1/307, bahwa Utsman melakukan shalat empat raka'at
(maksudnya shalat Dhuhur/ Asar, pen) di Mina. Abdullah bin Mas'ud mengingkari apa
yang dilakukan Utsman seraya mengatakan:
"Saya shalat bersama Nabi dua raka'at (maksudnya, shalat empat raka'at
diqashar menjadi dua raka'at. -pen.), bersama Abu Bakar juga dua
raka'at, bersama Umar juga dua raka'at, dan kemudian bersama Utsman
di pertengahan masa keamirannya, ia menyempurnakan shalatnya (menjadi
empat raka'at), setelah itu pelbagai jalan (manhaj) telah memecah belah
kamu semua. Sungguh saya ingin jika saya melakukan shalat empat raka'at,
itu terdiri dari dua raka'at - dua raka'at (jama' - gashar)".
Namun ternyata kemudian (Abdullah) bin Mas'ud melaksanakan shalat
(di Mina) empat raka'at (seperti dilakukan Utsman). Karena itulah, maka
kemudian ada orang yang berkata kepadanya, "Engkau mencela (tidak suka)
tindakan Utsman, tetapi engkau sendiri melakukan shalat empa raka'at?!"
Ibnu Mas'ud menjawab, "Berselisih itu buruk" (Sanad riwayat ini shahih).
Imam Ahmad juga meriwayatkan hal yang senada V/155 dari Abu Dzar Radhiyallahu
Anhum Ajma'in.
Akhirnya, orang-orang yang masih berselisih dalam persoalan shalatnya, dan tidak
mau mengikuti (shalat) bersama sebagian Imam Masjid, terutama pada saat
shalat witir di bulan Ramadhan dengan alasan imam-imam itu berbeda madzhab
dengannya, hendaknya mau merenungkan hadits serta atsar di atas.
5
Begitu pula orang-orang yang mengaku tahu ilmu falak yang kemudian (memulai)
berpuasa dan (memulai) berhari raya secara sendirian saja dengan mendahului
atau membelakangi ketetapan (mayoritas) jama'ah kaum Muslimin (pemerintah -red.
vbaitullah), karena bersandar kepada pendapat dan pengetahuan pribadinya, tanpa
peduli bahwa mereka (dalam hal ini) sebenarnya telah keluar dari jama'ah kaum
Muslimin.
Sekali lagi, hendaknya mereka semua merenungkan ilmu yang telah kami sebutkan di
atas. Semoga dengan demikan mereka mendapatkan obat (yang bisa menyembuhkan)
kebodohan dan ketidak sadaran mereka, sehingga karenanya mereka menjadi satu
barisan kembali dengan saudara-saudaranya kaum Muslimin yang lain. (Sesungguhnya
tangan Allah ad di atas jama'ah. -Red

Minggu, 22 Agustus 2010

Keutamaan berpuasa:

“Diriwayatkan dari Sahl bin Saad r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya di dalam Surga itu terdapat pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat kelak. Tidak boleh masuk seorangpun kecuali mereka. Kelak akan ada pengumuman: Di manakah orang yang berpuasa? Mereka lalu berduyun-duyun masuk melalui pintu tersebut. Setelah orang yang terakhir dari mereka telah masuk, pintu tadi ditutup kembali. Tiada lagi orang lain yang akan memasukinya” [Bukhari-Muslim]
“Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Setiap hamba yang berpuasa di jalan Allah, Allah akan menjauhkannya dari api Neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun” [Bukhari-Muslim]
Keutamaan bulan Ramadan
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1793
Wajib berpuasa Ramadan jika melihat hilal awal Ramadan dan berhenti puasa jika melihat hilal awal Syawal. Jika tertutup awan, maka hitunglah 30 hari
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Dari Nabi saw. bahwa beliau menyebut-nyebut tentang bulan Ramadan sambil mengangkat kedua tangannya dan bersabda: Janganlah engkau memulai puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Ramadan dan janganlah berhenti puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Syawal. Apabila tertutup awan, maka hitunglah (30 hari)
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1795
Larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum bulan
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Janganlah engkau berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadan, kecuali bagi seorang yang biasa berpuasa, maka baginya silakan berpuasa
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1812
Dilarang puasa pada hari raya
“Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Tidak boleh berpuasa pada dua hari tertentu, iaitu Hari Raya Korban (Aidiladha) dan hari berbuka dari bulan Ramadan (Aidilfitri)” [Bukhari-Muslim]
Niat Puasa Ramadhan
Sesungguhnya amal itu tergantung dari niat [Bukhari-Muslim]
Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” [Imam Lima]
Bersahur (makan sebelum Subuh) itu sunnah Nabi
“Diriwayatkan daripada Anas r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Hendaklah kamu bersahur karena dalam bersahur itu ada keberkatannya” [Bukhari-Muslim]
Tips agar kuat berpuasa: minumlah 2 sendok makan madu dan 3 butir korma saat sahur. Sunnah melambatkan sahur.
Dari Zaid bin Tsabit ra., ia berkata:  Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah saw. Kemudian kami melaksanakan salat. Kemudian saya bertanya: Berapa lamakah waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan salat)? Rasulullah saw. menjawab: Selama bacaan 50 ayat (sekitar 5 menit). (Shahih Muslim No.1837)
Menyegerakan Berbuka Puasa di waktu maghrib
“Diriwayatkan daripada Umar r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah bersabda: Apabila datang malam, berlalulah siang dan tenggelamlah matahari. Orang yang berpuasa pun bolehlah berbuka” [Bukhari-Muslim]
Dari Sahal Ibnu Sa’ad Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang-orang akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” [Muttafaq Alaihi]
Menurut riwayat Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Hamba-hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah mereka yang menyegerakan berbuka.”
Sunnah berbuka puasa dengan kurma dan air minum (ta’jil) kemudian shalat Maghrib. Setelah itu makan malam.
Dari Sulaiman Ibnu Amir Al-Dlobby bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika seseorang di antara kamu berbuka, hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika tidak mendapatkannya, hendaknya ia berbuka dengan air karena air itu suci.” Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Ketika kita berpuasa, kita dilarang berkata kotor, mencaci, atau berkelahi. Hal ini untuk menempa diri kita agar memiliki akhlak yang terpuji:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Apabila seseorang daripada kamu sedang berpuasa pada suatu hari, janganlah berbicara tentang perkara yang keji dan kotor. Apabila dia dicaci maki atau diajak berkelahi oleh seseorang, hendaklah dia berkata: Sesungguhnya hari ini aku berpuasa, sesungguhnya hari ini aku berpuasa” [Bukhari-Muslim]
Puasa yang sia-sia
“Dari Abu Hurairah ra: katanya Rasulullah saw berabda: “Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat jahat (padahal dia puasa), maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minum” [Bukhari]
Jika kita berpuasa, tapi kita berkata dusta atau menyakiti orang lain, maka sia-sialah puasa kita.

Serah pada yang atas

Pada suatu hari Si Amin disuruh oleh emaknya mengambil mangga di kebun. Sedang Amin memanjat pokok mangga, tiba-tiba dia terlihat ke bawah ada sepasang remaja sedang ‘bercekerama’. Maka berdirilah bulu roma Si Amin. Dia pun bertahan di atas pohon sambil menahan lututnya yang semakin mulai gemetar.

Tak lama kemudian didengarnya suara isak tangisan remaja perempuan itu, sambil tersendat-sendat dia bicara. “Abang macamana kalau saya hamil nanti? Abang kena bertanggung jawab.” “Sudahlah, dik, kita serahkan semua ini pada Yang Di Atas, ” jawab si lelaki..
Si Amin terperanjat lalu dia berteriak, “Wah! wah! kamu berdua yang sedap-sedap di bawah, senang-senang nak serahkan semuanya pada aku! Aku kan cuma tengok saja, usik pun tidak!!